A. BUDAYA LAMPUNG MENGHARGAI
KEBERAGAMAN
Islam
adalah agama yang universal, mampu menembus batas waktu dan sangat sering
bertemu dengan tradisi lokal yang berbeda-beda. Itulah sebabnya, wajah Islam
berbeda dari daerah satu dengan daerah lainnya saat bertemu tradisi lokal
tersebut. Fokus pembahasaan kali ini adalah seputar budaya di masyarakat
lampung. Di lampung sendiri ada lima sifat orang Lampung yang tertera di dalam
Kitab Kuntara Raja Niti yang dibangun dari nilai-nilai islam.
Pertama,
piil-pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki
harga diri.
Kedua,
juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya).
Ketiga,
nemui-nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima
tamu).
Keempat
nengah-nyappur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis).
Kelima,
sakai-sambaian (gotong royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat
lainnya).
Masyarakat
adat Lampung juga mempunyai falsafah Sang Bumi Ruwa Jurai, yang artinya sebuah
rumah tangga dari dua garis keturunan masing-masing melahirkan masyarakat
beradat pepadun dan masyarakat beradat saibatin. Saat ini, pengertian Sang Bumi
Ruwa Jurai diperluas menjadi masyarakat Lampung asli (suku Lampung) dan
masyarakat Lampung pendatang (suku-suku lain yang tinggal di Lampung).
Kelima
sifat, pedoman hidup dan falsafah yang dimiliki masyarakat adat Lampung hingga
kini masih tumbuh subur. Sifat-sifat itu merupakan nilai lebih yang dimiliki
orang Lampung, tapi di sisi lain dapat mengikis akar budaya daerah ini.
Contohnya bahasa Lampung. Sebab itu, jangan heran jika di daerah ini hampir
semua suku di Indonesia ada dan hidup berdampingan secara damai. Banyak orang
mengatakan untuk melihat Indonesia dalam konteks keberagaman, lihatlah Lampung.
Dengan
dilandasi kelima sifat yang dibangun dari nilai-nilai Islam yang masuk pada
abad ke-15 melalui tiga pintu utama; barat (Minangkabau), utara (Palembang),
selatan (Banten), masyarakat suku Lampung sangat menghargai perbedaan. Jarang
sekali terdengar atau bahkan tidak pernah terdengar di daerah ini ada konflik
yang dilatarbelakangi perbedaan agama maupun perbedaan suku. Semua agama bisa
hidup damai, semua suku bisa mencari penghidupan dengan baik.
Kentalnya
pengaruh Islam juga tampak dari tradisi yang kini masih digunakan dalam acara
adat dan keseharian. Wajah Islam yang berbeda saat bertemu tradisi lokal itu
bisa terlihat pada cara berpakaian, seni bangunan suatu daerah, kesastraan dan
musik tradisi setempat. Sedangkan keuniversalan Islam adalah ajaran tentang
tauhid (keesaan Tuhan). Semua orang dan mereka yang menggenggam erat tradisi
lokalnya sama-sama mengakui keesaan Allah swt.
Selain
situs berupa masjid dan makam para penyebar agama Islam, jejak Islam di Lampung
bisa ditelusuri lewat budaya diantara
acara adat dan keseharian budaya masyarakat yang bernuansa islam di tengah masyarakat
Lampung.
B.
PENGARUH BUDAYA ISLAM
TERHADAP ADAT ISTIADAT DAN TRADISI PADA MASYARAKAT LAMPUNG
Interaksi Islam dan budaya lokal
adalah sebagai upaya untuk melihat hubungan dinamis antara Islam dengan
berbagai nilai dan konsep kehidupan yang dipelihara dan diwarisi serta
dipandang sebagai pedoman hidup oleh masyarakat terkait. Pedoman hidup dimaksud
juga mencakup tradisi yang diwarisi dari generasi ke generasi yang hingga kini
fenomenanya masih tampak.
Realitas agama Islam di Indonesia.
Ketika sudah berhubungan dengan suatu komunitas akan terlihat selalu unik, karena
adanya akulturasi dengan budaya lokal. Budaya Lampung merupakan perpaduan antara 3 Budaya Dunia
yaitu Budaya Cina, Budaya India dan Budaya Arab.
Hampir tidak ada peristiwa adat
Lampung yang tidak berbau Islam. Mulai dari perkawinan, kelahiran, hingga
kematian, napas-napas Islam selalu mewarnai peristiwa ini.
Diantaranya sebagai berikut :
1. Adat Ngarak Maju
Dalam adat perkawinan pada Masyarakat Adat Lampung Pesisir dikenal
istilah “Ngarak Maju”. Ngarak menurut istilah adalah Arak-arakan, sedangkan Maju
adalah Pengantin. Maka “Ngarak Maju” adalah Adat arak-arakan pengantin Lampung
yang dilakukan di tempat pihak pengantin pria, sebagai pertanda bahwa si pria
telah resmi menikahi dengan si wanita (pengantin perempuan). Dalam tradisi
ngarak tersebut unsur yang terpengaruh Budaya Islam adalah penggunaan alat
musik Rabana sebagai alat musik pengiring arak-arakan dan pelantunan Salawat
dan Syair Arab yang dikenal dengan istilah Zikir Lama dan Zikir Baru. Demikian
juga pada saat pengantin telah tiba di rumah pihak pengantin pria (setelah
diarak), maka pihak keluarga si Pria menyambut rombongan Arakan tersebut dengan
melantunkan Syair Arab “Lail” (ciptaan Imam Maliki).
2.
Adat Manjau Pedom
Adat
Manjau Pedom adalah Adat bertamu untuk menginap di rumah pihak wanita oleh
pihak keluarga pria yang dilakukan setelah prosesi ijab kabul. Hal yang
ditekankan dalam Adat Manjau Pedom ini adalah menjalin hubungan silaturahmi
(yang dianjurkan Islam) antara keluarga pihak mempelai, sehingga terjalin
hubungan saudara yang kuat dan saling tolong menolong antar kedua keluarga.
3.
Cempaka Khua Belas
Dalam
peraturan bujang gadis dikenal istilah “Cempaka Khua Belas”, dimana hal ini
mengatur tentang pergaulan bujang gadis dan barang siapa yang melanggar aturan
Adat tersebut maka akan diberi sangsi. Dalam aturan tersebut tersurat akan
adanya pengaruh hukum Islam yang mengatur hubungan pria dan wanita yang bukan
muhrim, aturan pergaulan hidup bermasyarakat, serta aturan kesopanan,
kesusilaan dan cara-cara hidup bermasyarakat lainnya.
4.
Alat Musik dan Kesenian
Pemakaian alat musik dan kesenian yang terpengaruh Budaya Islam adalah Alat
musik Rabana, Gitar Tunggal, Gitar Gambus dan Piul (Biola). Alat tersebut
digunakan pada saat prosesi adat atau pun pada saat pertunjukan kesenian pada
pesta perkawinan. Sehingga kita kenal hingga saat ini kesenian Orkes Gambus
Lampung yang telah muncul sejak tahun 1970-an.
5.
Acara Betamat
“Betamat”
berasal dari kata tamat (selesai), tetapi menurut makna adalah membaca sebagian
ayat-ayat Alquran (Juz Amma) pada malam hari yang biasanya dilakukan pada saat
Khitanan dan Perkawinan. Dalam acara Betamat juga dilakukan pengarakan dari
tempat guru ngaji anak-anak atau bujang gadis yang akan melakukan betamat.
6.
Acara Khatam Al-Quraan
Acara Khataman Al-Quraan
merupakan pengaruh islam yang dominan dan biasanya dilakukan ketika terjadi
musibah dilaksanakan oleh beberapa orang (biasanya kaum bapak dan bujang) di
rumah kerabat seseorang yang meninggal, yang biasnya dilakukan (dapat
diselesaikan) selama 7 hari disamping acara Tahlilan. Pada zaman dulu, Acara
Khataman Al-Quraan dilakukan juga pada saat Acara Sebambangan, yang dilakukan
di rumah pihak laki-laki setelah wanita yang dibambangkan menginap 1 hari di
rumah kepala adat. Acara ini dilakukan kira-kira sampai 3 – 7 hari oleh
bujang-gadis, menungggu keluarga pihak wanita menyusul untuk memberi
persetujuan kepada calon mempelai.
7.
Acara Marhabanan
Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Marhaban diartikan dengan “kata seru
untuk menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang)”. Marhaban
terambil dari kata rahb yang berarti “luas atau lapang”, sehingga marhaban
menggambarkan bahwa tamu yang datang disambut dan diterima dengan dada yang
lapang, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan baginya ruangan yang luas untuk
melakukan apa saja yang diinginkannya. Dari kata ini, terbentuk kata rahbah
yang, antara lain, diartikan sebagai ruangan luas untuk mobil, guna memperoleh
perbaikan atau kebutuhan bagi kelanjutan perjalanannya. Marhaban Ya Ramadhan,
“Selamat Datang Ramadhan”, berarti “kami menyambutmu dengan penuh kegembiraan
dan kami persiapkan untukmu tempat yang luas agar engkau bebas melakukan apa
saja, yang berkaitan dengan upaya mengasah dan mengasuh jiwa kami.”
Marhaban,
kami bergembira dengan kedatanganmu, karena seperti sabda Rasul saw.:
“Seandainya umatku mengetahui (semua) keistimewaan Ramadhan, niscaya mereka
mengharap agar semua bulan menjadi Ramadhan.” Di bulan Ramadhan ada malam qadr,
malam penentuan, yang akan menemui setiap orang yang mempersiapkan diri sejak
dini untuk menyambutnya. Kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan oleh Lailat
Al-Qadr tidak mungkin akan diraih kecuali oleh orang-orang tertentu saja.
Berbeda
pengertian dengan Marhaban yang ada di dalam masyarakat Lampung. Acara
Marhabanan adalah acara syukuran dengan membaca Kitab Bersanzi yang dilakukan
oleh kaum bapak atau bujang dalam memberi nama seorang bayi untuk menyambut
kedatangan anggota baru yang akan menempati posisi di keluarganya, sehingga
diberi ruang yang luas untuk dia masuk dan berbaur di dalam kelaurga maka
dibutuhkan acara marhabanan untuk
menyambut kedatangan bayi yang baru lahir. Acara ini dilakukan biasanya pada
malam hari di rumah keluarga atau kakek si bayi. Disamping memberi nama seorang
bayi, dilakukan juga pemberian kenamongan bayi tersebut.
8.
Tradisi Masyarakat yang lain
Dalam
masyarakat banyak tradisi yang masih bertahan dan sudah jarang terdengar
dilakukan karena masih dianggap baik dan tidak bertentangan dengan agama,
antara lain:
1)
Ruahan adalah bersedekah dengan mengundang tetangga dekat guna memanjatkan do’a
bagi para saudara mu’min dan muslim yang telah meninggal dunia serta untuk
muslimi dan mukminin. yang masih hidup, terutama mendoakan para arwah keluarga
si pengundang, karena itu disebut “ruahan” (berasal dari kata (ruh), biasanya
dalam undangan tersebut dihidangkan sedikit makanan dan minuman.
2)
Tabuh Beduk, Beduk sangat besar fungsinya bagi kehidupan masyarakat di kampung.
Beduk tidak boleh dibunyikan sembarang waktu, karena akan menimbulkan kericuhan
masyarakat bila dibunyikan tidak sesuai dengan kepentingannya. Tradisi menabuh
beduk ini sudah jarang terdengar, terutama di perkotaan, digantikan dengan
pemberitahuan lewat pengeras suara.
Macam-macam
tabuh beduk itu antara lain:
a.
Tabuh beduk untuk menunjukkan waktu shalat, di bunyikan pada tiap waktu shalat
(5 waktu).
b.
Tabuh beduk pada waktu shalat Jum’at, di bunyikan 2 x, yaitu jam 11 untuk
persiapan, dan 11.30 untuk segera berkumpul.
c.
Tabuh beduk untuk menunjukkan waktu shalat tarawih, khusus bulan Ramadhan, di
bunyikan dengan nada khusus, sekitar jam 7 sampai jam 7.30 malam.
d.
Tabuh beduk bulangekh, di bunyikan sehari menjelang bulan Ramadhan.
e.
Tabuh beduk menjelang lebaran bulan Romadhon (I’dul Fitri).
9. Seni Tradisional
Musik Butabuh atau Hadrah
Di Lampung Islam yang masuk lewat
tradisi lokal juga mampu memengaruhi kesenian tradisional daerah ini. Di daerah
Lampung pesisir, misalnya, napas-napas keislaman sangat terasa dalam seni
tradisional musik butabuh atau hadrah. Syair lagu hadrah adalah dari kitab
Barzanji berisi pujian kepada rasul dan zikir-zikir mengagungkan kebesaran
Allah swt. Syair lagu ini diiringi dengan alat musik berupa terbangan (rebana,
yang biasa dipakai pada lagu kasidahan) dan kerenceng.
Hadrah dan zikir ini sering kita jumpai saat pesta adat atau nayuh yang
dilantunkan malam hari menjelang pelaksanaan pesta atau begawi. Para pelantun
biasanya orang tua atau mereka yang sudah berumur.