Kamis, 10 Desember 2015

PENGARUH BUDAYA ISLAM TERHADAP ADAT ISTIADAT DAN TRADISI PADA MASYARAKAT LAMPUNG



A.   BUDAYA LAMPUNG MENGHARGAI KEBERAGAMAN
Islam adalah agama yang universal, mampu menembus batas waktu dan sangat sering bertemu dengan tradisi lokal yang berbeda-beda. Itulah sebabnya, wajah Islam berbeda dari daerah satu dengan daerah lainnya saat bertemu tradisi lokal tersebut. Fokus pembahasaan kali ini adalah seputar budaya di masyarakat lampung. Di lampung sendiri ada lima sifat orang Lampung yang tertera di dalam Kitab Kuntara Raja Niti yang dibangun dari nilai-nilai islam.
Pertama, piil-pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri.
Kedua, juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya).
Ketiga, nemui-nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu).
Keempat nengah-nyappur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis).
Kelima, sakai-sambaian (gotong royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya). [1]

            Masyarakat adat Lampung juga mempunyai falsafah Sang Bumi Ruwa Jurai, yang artinya sebuah rumah tangga dari dua garis keturunan masing-masing melahirkan masyarakat beradat pepadun dan masyarakat beradat saibatin. Saat ini, pengertian Sang Bumi Ruwa Jurai diperluas menjadi masyarakat Lampung asli (suku Lampung) dan masyarakat Lampung pendatang (suku-suku lain yang tinggal di Lampung).

            Kelima sifat, pedoman hidup dan falsafah yang dimiliki masyarakat adat Lampung hingga kini masih tumbuh subur. Sifat-sifat itu merupakan nilai lebih yang dimiliki orang Lampung, tapi di sisi lain dapat mengikis akar budaya daerah ini. Contohnya bahasa Lampung. Sebab itu, jangan heran jika di daerah ini hampir semua suku di Indonesia ada dan hidup berdampingan secara damai. Banyak orang mengatakan untuk melihat Indonesia dalam konteks keberagaman, lihatlah Lampung.
Dengan dilandasi kelima sifat yang dibangun dari nilai-nilai Islam yang masuk pada abad ke-15 melalui tiga pintu utama; barat (Minangkabau), utara (Palembang), selatan (Banten), masyarakat suku Lampung sangat menghargai perbedaan. Jarang sekali terdengar atau bahkan tidak pernah terdengar di daerah ini ada konflik yang dilatarbelakangi perbedaan agama maupun perbedaan suku. Semua agama bisa hidup damai, semua suku bisa mencari penghidupan dengan baik.
Kentalnya pengaruh Islam juga tampak dari tradisi yang kini masih digunakan dalam acara adat dan keseharian. Wajah Islam yang berbeda saat bertemu tradisi lokal itu bisa terlihat pada cara berpakaian, seni bangunan suatu daerah, kesastraan dan musik tradisi setempat. Sedangkan keuniversalan Islam adalah ajaran tentang tauhid (keesaan Tuhan). Semua orang dan mereka yang menggenggam erat tradisi lokalnya sama-sama mengakui keesaan Allah swt.
Selain situs berupa masjid dan makam para penyebar agama Islam, jejak Islam di Lampung bisa ditelusuri lewat budaya  diantara acara adat dan keseharian budaya masyarakat yang bernuansa islam di tengah masyarakat Lampung.


B.   PENGARUH BUDAYA ISLAM TERHADAP ADAT ISTIADAT DAN TRADISI PADA MASYARAKAT LAMPUNG
Interaksi Islam dan budaya lokal adalah sebagai upaya untuk melihat hubungan dinamis antara Islam dengan berbagai nilai dan konsep kehidupan yang dipelihara dan diwarisi serta dipandang sebagai pedoman hidup oleh masyarakat terkait. Pedoman hidup dimaksud juga mencakup tradisi yang diwarisi dari generasi ke generasi yang hingga kini fenomenanya masih tampak.
Realitas agama Islam di Indonesia. Ketika sudah berhubungan dengan suatu komunitas akan terlihat selalu unik, karena adanya akulturasi dengan budaya lokal. Budaya Lampung merupakan perpaduan antara 3 Budaya Dunia yaitu Budaya Cina, Budaya India dan Budaya Arab.
Hampir tidak ada peristiwa adat Lampung yang tidak berbau Islam. Mulai dari perkawinan, kelahiran, hingga kematian, napas-napas Islam selalu mewarnai peristiwa ini.[2] Diantaranya sebagai berikut :
1. Adat Ngarak Maju
Dalam adat perkawinan pada Masyarakat Adat Lampung Pesisir dikenal istilah “Ngarak Maju”. Ngarak menurut istilah adalah Arak-arakan, sedangkan Maju adalah Pengantin. Maka “Ngarak Maju” adalah Adat arak-arakan pengantin Lampung yang dilakukan di tempat pihak pengantin pria, sebagai pertanda bahwa si pria telah resmi menikahi dengan si wanita (pengantin perempuan). Dalam tradisi ngarak tersebut unsur yang terpengaruh Budaya Islam adalah penggunaan alat musik Rabana sebagai alat musik pengiring arak-arakan dan pelantunan Salawat dan Syair Arab yang dikenal dengan istilah Zikir Lama dan Zikir Baru. Demikian juga pada saat pengantin telah tiba di rumah pihak pengantin pria (setelah diarak), maka pihak keluarga si Pria menyambut rombongan Arakan tersebut dengan melantunkan Syair Arab “Lail” (ciptaan Imam Maliki).[3]
2. Adat Manjau Pedom
Adat Manjau Pedom adalah Adat bertamu untuk menginap di rumah pihak wanita oleh pihak keluarga pria yang dilakukan setelah prosesi ijab kabul. Hal yang ditekankan dalam Adat Manjau Pedom ini adalah menjalin hubungan silaturahmi (yang dianjurkan Islam) antara keluarga pihak mempelai, sehingga terjalin hubungan saudara yang kuat dan saling tolong menolong antar kedua keluarga.
3. Cempaka Khua Belas
Dalam peraturan bujang gadis dikenal istilah “Cempaka Khua Belas”, dimana hal ini mengatur tentang pergaulan bujang gadis dan barang siapa yang melanggar aturan Adat tersebut maka akan diberi sangsi. Dalam aturan tersebut tersurat akan adanya pengaruh hukum Islam yang mengatur hubungan pria dan wanita yang bukan muhrim, aturan pergaulan hidup bermasyarakat, serta aturan kesopanan, kesusilaan dan cara-cara hidup bermasyarakat lainnya.
4. Alat Musik dan Kesenian

Pemakaian alat musik dan kesenian yang terpengaruh Budaya Islam adalah Alat musik Rabana, Gitar Tunggal, Gitar Gambus dan Piul (Biola). Alat tersebut digunakan pada saat prosesi adat atau pun pada saat pertunjukan kesenian pada pesta perkawinan. Sehingga kita kenal hingga saat ini kesenian Orkes Gambus Lampung yang telah muncul sejak tahun 1970-an.
5. Acara Betamat
“Betamat” berasal dari kata tamat (selesai), tetapi menurut makna adalah membaca sebagian ayat-ayat Alquran (Juz Amma) pada malam hari yang biasanya dilakukan pada saat Khitanan dan Perkawinan. Dalam acara Betamat juga dilakukan pengarakan dari tempat guru ngaji anak-anak atau bujang gadis yang akan melakukan betamat.
6. Acara Khatam Al-Quraan
Acara Khataman Al-Quraan merupakan pengaruh islam yang dominan dan biasanya dilakukan ketika terjadi musibah dilaksanakan oleh beberapa orang (biasanya kaum bapak dan bujang) di rumah kerabat seseorang yang meninggal, yang biasnya dilakukan (dapat diselesaikan) selama 7 hari disamping acara Tahlilan. Pada zaman dulu, Acara Khataman Al-Quraan dilakukan juga pada saat Acara Sebambangan, yang dilakukan di rumah pihak laki-laki setelah wanita yang dibambangkan menginap 1 hari di rumah kepala adat. Acara ini dilakukan kira-kira sampai 3 – 7 hari oleh bujang-gadis, menungggu keluarga pihak wanita menyusul untuk memberi persetujuan kepada calon mempelai.

7. Acara Marhabanan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Marhaban diartikan dengan “kata seru untuk menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang)”. Marhaban terambil dari kata rahb yang berarti “luas atau lapang”, sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu yang datang disambut dan diterima dengan dada yang lapang, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan baginya ruangan yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Dari kata ini, terbentuk kata rahbah yang, antara lain, diartikan sebagai ruangan luas untuk mobil, guna memperoleh perbaikan atau kebutuhan bagi kelanjutan perjalanannya. Marhaban Ya Ramadhan, “Selamat Datang Ramadhan”, berarti “kami menyambutmu dengan penuh kegembiraan dan kami persiapkan untukmu tempat yang luas agar engkau bebas melakukan apa saja, yang berkaitan dengan upaya mengasah dan mengasuh jiwa kami.”
Marhaban, kami bergembira dengan kedatanganmu, karena seperti sabda Rasul saw.: “Seandainya umatku mengetahui (semua) keistimewaan Ramadhan, niscaya mereka mengharap agar semua bulan menjadi Ramadhan.” Di bulan Ramadhan ada malam qadr, malam penentuan, yang akan menemui setiap orang yang mempersiapkan diri sejak dini untuk menyambutnya. Kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan oleh Lailat Al-Qadr tidak mungkin akan diraih kecuali oleh orang-orang tertentu saja.
Berbeda pengertian dengan Marhaban yang ada di dalam masyarakat Lampung. Acara Marhabanan adalah acara syukuran dengan membaca Kitab Bersanzi yang dilakukan oleh kaum bapak atau bujang dalam memberi nama seorang bayi untuk menyambut kedatangan anggota baru yang akan menempati posisi di keluarganya, sehingga diberi ruang yang luas untuk dia masuk dan berbaur di dalam kelaurga maka dibutuhkan  acara marhabanan untuk menyambut kedatangan bayi yang baru lahir. Acara ini dilakukan biasanya pada malam hari di rumah keluarga atau kakek si bayi. Disamping memberi nama seorang bayi, dilakukan juga pemberian kenamongan bayi tersebut.



8. Tradisi Masyarakat yang lain
Dalam masyarakat banyak tradisi yang masih bertahan dan sudah jarang terdengar dilakukan karena masih dianggap baik dan tidak bertentangan dengan agama, antara lain:
1) Ruahan adalah bersedekah dengan mengundang tetangga dekat guna memanjatkan do’a bagi para saudara mu’min dan muslim yang telah meninggal dunia serta untuk muslimi dan mukminin. yang masih hidup, terutama mendoakan para arwah keluarga si pengundang, karena itu disebut “ruahan” (berasal dari kata (ruh), biasanya dalam undangan tersebut dihidangkan sedikit makanan dan minuman.
2) Tabuh Beduk, Beduk sangat besar fungsinya bagi kehidupan masyarakat di kampung. Beduk tidak boleh dibunyikan sembarang waktu, karena akan menimbulkan kericuhan masyarakat bila dibunyikan tidak sesuai dengan kepentingannya. Tradisi menabuh beduk ini sudah jarang terdengar, terutama di perkotaan, digantikan dengan pemberitahuan lewat pengeras suara.

Macam-macam tabuh beduk itu antara lain:
a. Tabuh beduk untuk menunjukkan waktu shalat, di bunyikan pada tiap waktu shalat (5 waktu).
b. Tabuh beduk pada waktu shalat Jum’at, di bunyikan 2 x, yaitu jam 11 untuk persiapan, dan 11.30 untuk segera berkumpul.
c. Tabuh beduk untuk menunjukkan waktu shalat tarawih, khusus bulan Ramadhan, di bunyikan dengan nada khusus, sekitar jam 7 sampai jam 7.30 malam.
d. Tabuh beduk bulangekh, di bunyikan sehari menjelang bulan Ramadhan.
e. Tabuh beduk menjelang lebaran bulan Romadhon (I’dul Fitri).

9. Seni Tradisional Musik Butabuh atau Hadrah
Di Lampung Islam yang masuk lewat tradisi lokal juga mampu memengaruhi kesenian tradisional daerah ini. Di daerah Lampung pesisir, misalnya, napas-napas keislaman sangat terasa dalam seni tradisional musik butabuh atau hadrah. Syair lagu hadrah adalah dari kitab Barzanji berisi pujian kepada rasul dan zikir-zikir mengagungkan kebesaran Allah swt. Syair lagu ini diiringi dengan alat musik berupa terbangan (rebana, yang biasa dipakai pada lagu kasidahan) dan kerenceng.

Hadrah dan zikir ini sering kita jumpai saat pesta adat atau nayuh yang dilantunkan malam hari menjelang pelaksanaan pesta atau begawi. Para pelantun biasanya orang tua atau mereka yang sudah berumur.[4]








[1] Fachruddun M. Dani “Jejak Islam di Lampung” Diakses http://wewarahblog.blogspot.co.id/2010_09_01_archive.html pada 16 November 2015

[2] Menurut Khairuddin Tahmid, dosen IAIN Raden Intan Lampung
[3] Fachrudin M Dani diakses http://wewarahblog.blogspot.co.id/2010_09_01_archive.html pada 16 November 2015
[4] ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar